Sedikit asing ketika saya membaca tulisan di bus yang melaju di jalan nasional dalam perjalanan menuju ke Jawa Tengah, "Jakarta - Karang Pucung via Majenang", pikir saya Jawa bagian mana lagi ada nama daerah Karang Pucung dan Majenang. Tanpa ambil pusing, saya ikuti bus tersebut yang ternyata sangat mahir dan meliuk-liuk menuju ke bagian selatan Jawa.
Road trip saya di Jawa Tengah pun dimulai, untuk menjelajah daerah yang telah lama saya tinggalkan. Yup, saya masih menyimpan SIM (surat izin mengemudi) yang diterbitkan oleh Kepolisian Daerah Jawa Tengah, tentunya saat ini sudah tidak berlaku dan sudah diganti dengan yang baru dari daerah lain... Ketika saya melewati gapura selamat datang di Jawa Tengah, saya takjub, bagaimana tidak, ini merupakan pengalaman pertama saya melakukan perjalanan darat ke Jawa Tengah dan terjawablah rasa penasasran saya terhadap Karang Pucung dan Majenang yang ternyata berada di Kabupaten Cilacap.. kedua daerah ini termasuk kecamatan ter-ujung barat dari Jawa Tengah walaupun dari namanya sepertinya masih terdengar sunda, dan saya baru tahu... *parah juga geografinya*... Perjalanan kami hentikan sejenak untuk istirahat di kota Cilacap.
Cilacap yang berada di bagian ujung selatan Jawa Tengah ini ternyata mempunyai potensi wisata yang sangat menarik, pantai menjadi kekuatannya.. sore hari saya dan keluarga bermain di Pantai Teluk Penyu dan menikmati masakan seafood yang enak dan segar saat disantap.
Pengunjung sedang menaiki perahu di pinggir pantai Teluk Penyu |
Tak lengkap ke Cilacap kalau tidak ke Nusakambangan, rasa penasaran saya memuncak, saya terngiang cerita Nusakambangan yang konon mirip Alcatraz *serem sepertinya*... sehingga esok harinya saya memutuskan ke pelabuhan untuk mencoba ke Nusakambangan. Dugaan saya diputarbalikkan saat sampai di Pulau Nusakambangan, ternyata pulau ini tertata rapi dan mempunya potensi wisata pantai.
Di Cilacap jangan tinggalkan kesempatan berfoto di depan tangki-tangki milik Pertamina, ya.. dimana lagi anda bisa berpose dengan latar belakang tangki-tangki raksasa?... Setelah cukup, kami beranjak kembali ke mobil, menyetir kembali di jalan-jalan Jawa Tengah dan memilih ke arah Dieng, tempat yang memiliki sisi romantisme antara saya dan istri saya. Jalan yang kami pilih adalah melewati Banjarnegara, saya terkejut saat sampai di Banjarnegara, bagaimana tidak, ini merupakan kali pertama kali saya ke sana... *apalagi istri dan anak saya*..
Saya baru tahu di Banjarnegara ada tempat yang asik untuk liburan, namanya Surya Yudha Park, akhirnya karena bujuk rayu, saya dan anak saya nyemplung sebentar. Disini ada beberapa wahana yang keren, ada kolam air, kolam ombak, hingga rafting.... tak sempat ke Singapura? replika patung Merlion pun ada..
"iki Jawa Tengah tho? nggumun aku..." guman saya sebelum meninggalkan Banjarnegara.
Setelah cukup, kami teruskan perjalanan ke Wonosobo dan puncaknya ke Dieng, jalannya yang berkelok-kelok mengingatkan saya dengan istri waktu bisanya motoran, jalan-jalan ke Dieng hanya untuk menikmati udara gunung yang sejuk terus langsung pulang lagi, karena kalau telat pulang kabut di lereng Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing sudah pekat... tak aman...
Menyantap jagung bakar sambil melihat keindahan alam yang dimiliki Dieng ternyata melupakan saya dari rutinitas pekerjaan, tak terlihat angka-angka di Dieng, yang ada adalah keindahan dari Sang Kuasa.. ahh.... kecantikan sunrise di bukit Sikunir yang tak sempat kami lihat sudah cukup terobati dengan suasana seperti ini ditambah kesempatan menghabiskan semangkuk Mie Ongklok khas Wonosobo yang istri saya sangat suka.
Kami sudah menginap di daerah Cilacap, istri saya sudah dapat SMS dari temannya yang ngajak main ke Bandungan, mereka bareng keluarga juga... pucuk dicinta ulam pun tiba, diputuskanlah menginap sharing di Bandungan, daerah sekitar Ambarawa yang menyimpan spot wisata menarik. Perjalanan dari Wonosobo pun dilanjutkan, lalu menembus jalan kecil di daerah Sumowono, daerah dengan jalan menegangkan bagi yang suka perjalanan darat. Rute ini diberi tahu oleh rekan saya dari Semarang, kamipun sampai di Bandungan dengan cepat dan selamat.
Jawa Tengah terkenal dengan pesona sejarahnya, banyak candi-candi, museum dan bangunan bersejarah menyimpan pesona wisata tersendiri. Salah satunya candi Gedong Songo yang termasuk candi Hindu ini berada di Bandungan, dekat tempat saya menginap. Suasana sejuk khas pengunungan dan pemandangan yang apik tersaji disini. Tak banyak candi yang berada di dataran tinggi di Jawa Tengah, saya hanya tahu tiga tempat, di Bandungan, Tawang Mangu dan Dieng.
Anak dan istri saya menikmati bermain di sekitar candi Gedong Songo ini, bagaimana tidak, disini yang merupakan objek wisata ada fasilitas tunggangan kuda yang mungkin sulit didapat, walaupun bertarif? coba dimana? Bromo? Lembang?.. Tawangmangu? Ini sebuah kemajuan pariwisata.
Tak jauh dari Bandungan kami berhenti sejenak di Umbul Sidomukti, tempat yang menurut istri saya dari hasil googling dan blogwalking ada tempat bermainnya. Akhirnya nyemplung juga di kolam yang mempunyai pemandangan indah tersebut.
Perjalanan belum usai, dan anak saya yang powernya lebih, gimana coba, kami udah capek dia masih on fire, saya kadang gumun sama anak satu ini, tahu aja kapan harus tidur dan kapan on fire. Kalau jalan masih jauh dia tidur di mobil, bangun kalo pas laper, pas mobil berhenti macet atau sampai tempat tujuan, apa indera keseimbangannya punya pendeteksi khusus kendaraan berhenti, mana kadang ngeces juga, hehe.... untungnya istri saya selalu bawa baju ganti lebih, kadang-kadang kalau anak saya keringatan bajunya diganti.
Kota terdekat adalah Ambarawa, di sini ada museum yang terkenal dan satu-satunya di Indonesia, yup adalah Museum Kereta Api, museum ini menyimpan koleksi dari lokomotif yang pernah berjasa untuk membangun Indonesia, dan mungkin ikut dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
Saya dan istri sempat beradu argumen tentang tujuan selanjutnya, Magelang atau Salatiga? saya memilih Magelang ada tempat penginapan yang cukup lumayan, ada tempat permainan taman Kiyai Langgeng, ada mall, kulinernya juga lumayan seperti favorit saya Sop Snerek namun apa dikata justru Salatiga yang dipilih, walaupun jurus alasan saya "kan dari Magelang bisa langsung Salatiga via Kopeng"... alasannya simpel, karena ada keluarga yang menawarkan tempat menginap yang tentunya bisa mengurangi biaya, dan kalau mau bermain dia yang bertanggung jawab. Okelah, berbekal GPS kami dari Ambarawa melewati Banyubiru, daerah pinggir Rawa Pening yang terkenal menuju Salatiga.
Esok paginya, saya langsung menikmati teh panas serta ketela goreng buatan saudara istri saya, batin saya inilah karakter wong Jowo yang ramah, di pagi itu juga saya berfikir keras apa yang bisa dinikmati oleh anak saya di sekitar Salatiga, pikir saya bangunan bersejarah atau lainnya... ternyata lamunan dihentikan oleh anak saya yang berlari keluar dari rumah, saya pikir gempa atau ada apa, ternyata odong-odong sudah ada di luar rumah.
Malamnya menikmati suasana riuh di Lapangan Pancasila, Salatiga, naik mobil gowes... ahh, begini saja anak saya sudah senang... Wisata tak hanya ke tempat - tempat terkenal saja, tapi dengan menikmati hal-hal yang tidak terdapat di rumah itu juga termasuk wisata.
Kota Solo (dari kata Sala) atau kadang disebut Surakarta sangat membekas di pikiran saya, gimana nggak.. di kota ini saya mengalami bandel-bandelnya saya... patah tangan sampai dua kali di lapangan bola yang sama, bocor kepala sampai harus ngendon di Rumah Sakit, di kota ini pula saya digembleng untuk mandiri dan bangkit dari keadaan untuk meraih cita-cita... Dari sekian banyak hal terbesit dari kota Soto dalam pikiran saya hanya dua waktu itu.. HIK (Hidangan Istimewa Kampung alias Angkringan) dan Soto, pilihan jatuh kepada semangkuk Soto, eh tiga ding..
Soto berkuah bening khas solo dengan suwiran ayam ini sangat memanjakan lidah saya ditambah sate ayam yang bisa saya habiskan 5 tusuk sendiri, penjual soto ini sudah dua generasi berjualan, saya termasuk beruntung bisa menikmatinya.
Kami menginap di Solo Paragon Hotel, hotel yang saya tahu terletak di tengah-tengah kota Solo, dekat lapangan Kotabarat yang terkenal dengan tempat kuliner kota Solo, menu susu segar coklat panas dari Shi-Jack favorit saya.
Malamnya di hotel, telepon istri saya berdering.. Tetangga saya sebelah rumah yang ternyata orang Cepu memberikan rekomendasi destinasi wisata di Blora. Sambil manggut-manggut istri saya mencatatnya sambil bilang ke saya setelah menutup teleponnya "kita belum pernah ke sana kan pah?"
Setelah renang dan check out dari hotel kami langsung ke bergerak ke Tawangmangu, rencananya kami mau ke Grojogan Sewu, kebun Teh Kemuning dan mendongengkan kepada anak saya tentang serunya camping dan mendaki Gunung Lawu. Sampai di Tawangmanu, dan membayar retribusi kami baru sempat berhenti makan di sebuah warung, ketika memeriksa mobil, lampu kabut sebelah kiri pecah terkena batu dan mungkin konslet sehingga lampunya mati, mungkin karena ada saja batu di jalan berkelok-kelok sehingga kami terpaksa demi alasan keselamatan karena lampu mati kami harus segera kembali ke Solo dan hanya menikmati makan di Tawangmangu dan menghirup udara sejuknya lereng Gunung Lawu yang tak tergantikan... Di Tawangmangu saya sempat bercengkrama dengan rombongan touring dari Jogja yang mau ke Madiun, mereka memilih lewat Tawangmangu karena ingin menikmati keindahannya.
Untung saja di Solo ada bengkel yang dapat menangani kasus mobil kami, sehingga lampu mobil bisa menyala kembali dan segera kami menuju ke daerah tetangga saya, Cepu.. Perjalanan ke Cepu dari Solo bagi saya merupakan perjalanan yang paling berat dan menantang di Jawa Tengah.
"jika
menghindari lubang di jalan itu membuatmu semakin cinta dan ingat
dengan jalan tersebut, maka nikmati setiap goyangannya, karena pas kamu
kembali lewat jalan yang sama, belum tentu goyangan itu masih ada..."
Jalan menuju ke Cepu mengingatkan saya sewaktu dulu pernah ditugaskan terjun ke masyarakat di Juwangi, Boyolali.. melewati dan membelah hutan yang hawanya panas, ditambah ban kempes. Sesampainya di Cepu kami langsung tidur, capeek..
Paginya kami diajak menikmati wisata sumur minyak Wononcolo, satu-satunya sumur minyak di Indonesia yang ditambang oleh rakyat, bagi saya orang teknik, ini sangat menarik sekali.
Selama perjalanan dari Cepu ke Semarang, kami tak sempat ke Lasem sehingga tidak banyak yang spesial, kecuali hati dan pikiran saya dibuat terhenyak oleh diskusi dengan ibu penjual nasi Gandul di alun-alun Pati, anaknya sukses kerja di pertambangan daerah Kalimantan, karena dia termasuk yang berhasil di sekolahnya... Kami dibuat tersadar, pariwisata tidak sekedar foto, tapi ada cerita dibalik aktor pendukung dan keluarganya yang sukses karena pariwisata.
Ahh... sampai juga di Semarang, masuk kota ini langsung ingat jaman AADC, gimana tidak.. saya dan teman-teman dulu rela ngebis dari Solo ke Semarang hanya untuk nonton bioskop.. hahaha... kali ini tidak ada nostalgia nonton bioskop, yang kami tuju pertama kali adalah warung Bakmi Semarangan Dul Numani, di Jalan Pemuda, Semarang.. mau nostalgia mie dulu... Mie Goreng yang saya pilih karena teksturnya dan rasa mie yang cenderung manis menjadi alasan saya memilihnya.
Jalan Pemuda diwaktu malam |
Mie Goreng Semarangan |
Menginap di mess Masjid Agung Jawa Tengah |
Sejatinya kami di Semarang mau beristirahat, karena dipesankan satu kamar mess di Masjid Agung Jawa Tengah oleh saudara saya, lalu mengakiri perjalanan dan kembali ke Jawa Barat. Tapi rugi kalau sudah ke Semarang tapi tidak berkunjung ke rumah teman, namun acara silaturahmi dibatalkan karena dapat info kalau anaknya teman istri saya dirawat di salah satu rumah sakit di Semarang, kami pun ke sana. Ke rumah sakit di Semarang mengingatkan saya akan RS Tlogorejo sekarang besar dan baru, namun suatu prasasti di dalam rumah sakit tersebut mengingatkan saya tentang umurnya, bangunan yang mungkin dulu mempunyai sejarah khusus. Potensi bangunan-bangunan bersejarah di Semarang tentunya sangat banyak, mulai dari bangunan di kawasan kota tua hingga Lawang Sewu yang terkenal.
Langsung akrab |
Prasasti di RS Tlogorejo, Semarang |
Siangnya kami memutuskan untuk kembali ke Jawa Barat, mengakhiri perjalanan kami melintasi Jawa Tengah dengan pesona wisatanya. Saat sampai daerah Kendal, saya sempat berhenti sebentar karena melihat ada rumah-rumah yang bentuknya aneh, ternyata itu kawasan pembuatan batu bata di Kendal, potensi wisata disini tentu saja sangat tinggi dan bisa jadi kawasan wisata baru di Jawa Tengah. Bagaimana tidak, dimana lagi ada kawasan wisata pembuatan batu bata? Kalau saja kawasan sentra pembuatan genteng seperti di Kebumen dan sentra pembuatan batu bata di Kendal dijadikan kawasan wisata, masuk dalam hot-spotnya google map, tentu akan menambah minat orang-orang yang mempunyai passion di bidang teknikal dan travelling untuk mengunjunginya... mungkin beberapa tahun kemudian ada wisatawan yang bertanya kepada pengrajinnya... di suhu berapa pak pembakaran batu bata yang sempurna? sudah ada hasil laboratoriumnya belum?... mimpi yang mungkin bisa menjadi nyata..
Masih ada suatu daerah lagi yang memiliki sejarah romantisme saya dengan istri saya, daerah yang dari sejarahnya merupakan daerah kremun-kremun dari pulau Jawa oleh Sunan Muria, yup saat ini disebut Karimun Jawa yang masuk daerah Jepara. Karimun Jawa masih tertulis di Dive Log saya dan istri sebagai tempat menyelam. Menyelam kembali di Karimun Jawa tentunya sungguh menyenangkan... Dan anda bisa melihat destinasi lainnya di website resmi Pariwisata Jawa Tengah.
Perjalanan diakhiri dengan menekan pedal gas ke arah barat melewati Pemalang hingga Brebes menuju Jawa Barat, rumah, woow.. what a great journey...
Pemalang, lanjut.... |
Lebih
ribuan kilometer sudah ditempuh saya, istri dan anak saya bersama mobil
kecil ini di Jawa Tengah dan memberi pengalaman mengasyikkan. Gayeng tenan...
Tips dari saya :
- Istirahat bila lelah, banyak lokasi tempat istirahat dan di Jawa Tengah orangnya ramah-ramah
- Pilih istri yang bisa nyetir, hahahaha... biar bisa gantian kalau capek, bercanda ding.. kalau bisa.. kalau gak bisa, istri suruh belajar nyetir...
- Cek kondisi kendaraan secara rutin
- Peta jalan sangat perlu, namun yang paling perlu adalah bertanya "nyuwun sewu, kulo keblasuk niki.. arah ten ...(tujuan).... pundi nggih?" yang kalau diartikan "mohon maaf, saya tersesat, arah ke (tujuan) mana ya?"
***
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blog Visit Jawa Tengah 2016 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah @VisitJawaTengah
info menarik
ReplyDelete