Lama sekali rencana tulisan ini berada di tab draft, berkali-kali ubah judul, ganti sistematika tapi topiknya tetap sama, memaknai arti "libur dari sebuah aktivitas dan berhenti sejenak." Mundur ke belakang, ketika hari-hari itu disibukkan dengan rutinitas pekerjaan, saya gak bisa bilang penat karena emang enjoy banget, i'm really into it.. pergi pagi, pulang malam, pesan ke ponsel masuk 24 jam, sampai rumah berdiskusi dengan keluarga tentang banyak hal dan sebenernya campur aduk (bukan kaya bubur juga sih..). Oya tulisan ini gak usah dibaca seri
"Mungkin awalnya saya berfikir, ah mungkin cuma keinginan saja.. everything already set for us.. why should I start again now?.. tapi lama kelamaan ada juga hasrat untuk mewujudkan bisikan itu."
Banyak alasan kenapa akhirnya saya memutuskan untuk "Libur" versi panjang, dan kesemuanya itu seperti alunan nan merdu, ya karena emang ga bisa nyayi mungkin kalau ada problem dikit itu karena saya sendiri sih.. awalnya dari kesempatan tes kemampuan bahasa Inggris
(emang program kantor juga) eh nilainya kok lumayan
borderline, dipanggil untuk tes beasiswa dari kantor (gagal, ye elu gak belajar, trus emang belom rejeki). Tapi justru ini yang jadi pemantik semangat, lebih tepatnya
questioning myself. Sambil menjawab pertanyaan yang timbul itu, ya usaha juga.. gak
smooth-smooth juga perjalanannya. Mau tes IELTS atau TOEFL gak segampang yang dikira, wong tinggalnya di kota kabupaten yang mau kemana-mana perlu waktu tempuh yang tidak sedikit untuk ke kota besar tempat diselenggarakannya tes-tes model begituan, kalau belajarnya udah jelas mau gak mau jadi modal
yutub, modal buku, bikin English day dengan temen kantor. Tapi justru dorongan terbesar justru ada pada kabar-kabar mau pindah tugas (lagi) dan
I'dont know the reason, why i can get job assignment to another department, but why i can't chose my way by myself?
Hari-hari ketika aplikasi untuk sekolah dikirimkan sebenarnya menyenangkan, karena membuat banyak probabilitas dan menyesuaikan dengan kemampuan baik kemampuan akademik, bahasa maupun lainnya. Udah gak mikir, gimana caranya daftar, mau bayar biaya daftar pakai apa yang penting applikasi diterima. Eh... ternyata lebih berat lagi pas dapat LOA
unconditional, menatap keluarga serasa berat, berkata pada mereka kalau diterima juga berat, konsekuensinya cuma dua buat kami, ambil atau tinggalkan.
Mengurus
unpaid leave juga ternyata menghabiskan waktu banyak, bolak balik ke ibukota karena ya emang disana ngurusnya.
Bargaining dengan kantor adalah masalah jurusan, saya ambil master bidang renewable energy, ranking universitas di bidang enjinering, dan penjelasan bahwa gak banyak universitas yang menyediakan program ini, walaupun di Eropa juga ada sebenarnya.
But decision is decision, whatever the risk, we must faced it. Berangkat ke Taiwan pun masih berbekal ijin cuti, ijin resemi
unpaid leave baru diemail setelah 2 minggu di Taiwan.
|
College of Engineering, departemen saya yang warna putih, mana hayoo? |