"Aku boarding.." Kira-kira seperti itu pesan saya kepada keluarga di Indonesia sebelum saya berangkat untuk boarding dari Taiwan ke Indonesia. Kalau ditanya pakai maskapai apa? Airasia menjadi pilihan kala itu karena waktu penerbangan yang tidak perlu layover. Pertengahan bulan Oktober saya memang berencana untuk pulang kembali ke Indonesia dengan meminta izin pada adviser saya, dan beliau mengijinkan dengan syarat bahwa saya harus tetap menulis publikasi yang dibutuhkan untuk persiapan konfrensi tahun depan. Baiklah..
Perjalanan dengan Airasia X dan Indonesia Air Asia kala itu ternyata tidak terlalu melelahkan, mungkin karena penerbangan yang lebih lama (Taipei - KL) dilakukan siang hari lalu transit 4 jam untuk beristirahat hingga malam hari di KLIA2 dan baru pada malam hari terbang ke Jakarta, sehingga sebelum berganti tanggal, kami bisa berkumpul.. Tips untuk membuat perjalanan ini tidak membosankan adalah dengan memesan makanan, memastikan head rest tepat menyangga kepala dan tidur.
Melihat sepasang mata yang menunggu saya di depan pintu kedatangan itu ternyata memberikan rasa tersendiri.. wow..
You got mail
"Hey.. they give the deadline for submitting, November 1st, please, you can do that".. Adviser saya tiba-tiba mengirim email, saya hanya bisa terdiam sejenak dan bergumam, kenapa gak bilang dari kemarin-kemarin ketika ketemu.. eh ternyata diapun baru dapat emailnya.. Impian mau liburan enak jadi gagal total ini, maklum.. mahasiswa kaya saya ini planning untuk menulisnya susah, mengambil citasi dari publikasi lain pun butuh perjuangan.. saya perlu jaringan VPN kampus untuk download publikasi, huhu..
Lagi sedang berusaha untuk menyusul ketertinggalan, istri dan anak saya tentunya dengan ekspektasi mereka, mengajak saya untuk sekedar keluar rumah untuk melepas penat dan bercerita, tentunya setelah selesai urusan sekolah. Di saat ini saya mendapat berita kedua, "Kita ke Jogja aja yuk..."
Wow, bagi saya ini sebuah keinginan yang diluar ekspektasi saya tapi patut untuk dipikirkan dengan matang.. Cuma mikir juga, ini nyonya posisi perut gede, anak juga gak libur tapi malah pengen ke Jogja, tapi ternyata dia sudah mikir jauh-jauh hari sambil di akhir perjalanan bilang "Baju udah siap kok, tinggal packing aja.." sambil tertawa..
Let's go to Jogja
Singkat cerita, tengah malam kami sudah dalam perjalanan ke Jogja dengan kendaraan pribadi sambil mengenang keseruan ketika sering Jakarta-Indramayu via tol cipali selama lebih dari 2 tahun. Pas kira-kira sampai Tegal, istri saya bilang.. "Praktek dokternya ada lho besok, kalo sampai Jogja pagi kita langsung ke RS aja.." Tanpa perlu berargumen, buat saya "Ya.." adalah jawaban terbaik.. mungkin juga bapak-bapak yang pernah mengalami hal yang sama cukup bilang "ya" itu sudah cukup. :)
Walaupun tentunya ekspektasi kaum hawa kepada pasangannya adalah jawaban lebih panjang untuk terus ngobrol... hee..
Feel the sign
Tiga koper dan 4 tas jinjing dipersiapkan untuk perjalanan kali ini, isinya ternyata oleh si emaknya anak ini sudah dipisahkan.. mana yang harus diturunkan di rumah, mana yang tetap di kendaraan dan mana yang tak perlu diturunkan karena isinya makanan dan cemilan. Mungkin naluri jalan jauh masih nyantol di pikirannya jadi sampai yang kaya gini aja dipikirin..
Setelah menyempatkan sarapan dengan menyantap soto yang ngehits di Boyolali, tempat saya menghabiskan masa remaja, akhirnya sekitar satu jam kemudian kami sampai di Jogja, tujuan pertama adalah ke rumah sakit. Mengejar dokter..
Feel the sign
"All is good, just please be aware of the symptoms" kata dokter kalau diterjemahkan ke Bahasa Inggris, kalau dalam bahasa Indonesianya, semua dalam kondisi yang baik, hanya bu dokter menjelaskan sekaligus mengedukasi saya dan istri bagaimana tanda-tanda kapan harus ke Rumah Sakit..
"Kontraksi yang benar adalah jangka waktunya sama, misal tiap 10 menit dengan lama tiap kontraksi juga sama misal sekitar 20-30 detik, ketika sudah menjadi tiap 7 menit kontraksi atau tanda-tanda ketuban pecah.. itu lah tanda harus ke rumah sakit.." Wow.. suami macam apa saya ini yang gak ngerti tanda-tanda ini.. Pelajaran yang sangat berharga buat saya, huhu..
Selama menunggu tanda-tanda itu kami diperbolehkan beraktivitas seperti biasa.. sehingga kami pun tidak khawatir apa saja bisa dilakukan. Namun saya teringat pepatah yang namanya jalan sendiri kadang ada suka duka, tapi memang harus diterima dengan lapang dada.. salah satunya adalah saat kami mau turun untuk makan siang di salah satu kedai tempat makan favorit kami di kota ini, istri pas kontraksi, anak pas minta dipakaikan ikat rambut, alhasil karena pas ribet dan semua sudah lapar kunci ketinggalan di dalam... Perlu 2 jam untuk menjadi "Macgyver" dadakan dan membukanya kembali, fiuhh..
Sabtu pagi, anak saya mengajak kami untuk sekedar berjalan-jalan dan melihat kebun binatang, Gembira Loka adalah tujuannya.. Setelah makan siang, kebun binatang yang sangat legendaris ini akhirnya saya masuki lagi setelah sekitar dua puluh tahun hanya melihat pintunya saja. Setelah membeli tiket seharga 30 ribu rupiah untuk tiket masuk weekend, kami menikmati sabtu sore di kebun binatang. Istri saya menemani, tetapi lebih sedikit berjalan dan lebih banyak menunggu sambil duduk menghitung "tanda-tanda". Setelah lelah memutari kebun binatang yang berusaha untuk berubah menjadi lebih baik ini kami memutuskan utuk mengakhiri perjalanan dan setelah satnite kami kembali pulang untuk beristirahat.
Mereka beristirahat, saya harus bersentuhan dengan tuts keyboard untuk lanjut menyusun kata-kata..
My first moment in delivery room
"I think we need to go..." sekitar pukul setengah satu malam istri saya membangunkan saya untuk segera bergegas pergi sambil saya memberitahukan pada keluarga saya bahwa kami akan ke rumah sakit, titip anak saya yang masih terlelap tidur.
Unit Gawat Darurat (UGD) atau Emergency Unit adalah tujuan pertama kala itu, setelah istri saya diperiksa awal, lalu kepada saya dijelaskan alurnya dan kemudian saya bergegas untuk melakukan pendaftaran persalinan.
Tak lama berselang, kami dirujuk ke sebuah ruangan di lantai tiga rumah sakit tersebut, "Delivery Room". Pada saat awal ini kami hanya diberitahukan bahwa dokter kandungan yang memantau kesehatan kehamilan istri saya selama ini sedanga tidak berada di Jogja, alhasil kami hanya request siapa saja dokternya boleh, diutamakan wanita, pinta istri saya.
Setelah alat pantau denyut jantung untuk ibu dan bayi dipasang, saya diminta untuk mengurus admisi, istilahnya untuk "buka kamar", yang available kala itu adalah satu kamar untuk dua pasien, gak masalah yang penting dapat kamar untuk istirahat paska persalinan.
Sekembalinya dari mengurus kamar saya dan sekalian ke kendaraan untuk mengambil barang-barang yang harus diturunkan dan ada di dalam kamar, setelah itu masuk kembali ke delivery room, agak terkejut karena keadaan banyak yang berubah, air ketuban sudah pecah, rintihan menahan sakit semakin sering, namun dokter juga tak kunjung tiba.. pegangan keras tangannya seakan menggambarkan betapa sakit proses yang harus dialaminya..
"Kalau dokter belum datang, kami yang akan menangani.." kata-kata itu yang sedikit melegakan bagi istri saya dan sekitar 30 menit yang bagi istri saya itu cukup lama, dokter datang dan melakukan persiapan dan briefing sebentar..
"Tarik nafas dan tahan... jangan buang lewat mulut..." seluruh orang yang berada di ruanga itu tiba-tiba serentak membantu setelah beberapa menit proses untuk persalinan dimulai oleh dokter.. tiba-tiba saya pun melihat sekeliling dan sudah banyak yang mulai berdatangan termasuk tim dokter anak dan perawatnya.. "Kepalanya sudah kelihatan, ayo ibu bantu adiknya lahir..." ternyata kata-kata ini tidak didengar oleh istri saya karena ya tahu sendiri lagi ngapain.. ya tugasnya saya ngasih tahu caranya gimana.. dan setelah beberapa kali mencoba, kelihatan juga kepala dan disusul badannya... seraya menandakan aku sudah lahir, si bayi ini bergerak dan berteriak... Bersyukur kami semua yang ada di ruangan itu..
"Bingung... !" gumam saya dalam hati mau lihat yang mana, si bayi atau si ibu yang masih proses perawatan paska melahirkan oleh dokter.. Akhirnya saya dipanggil oleh suster setelah si bayi diperiksa semua dan saya diminta untuk melihat si bayi, memperdengarkan kata-kata yang baik kepadanya dan mengikutinya saat ditimbang, diukur panjangnya dan diidentifikasi cap kaki, hehe... Sunggu pengalaman pertama saya di delivery room ini menjadi sesuatu yang tak terlupakan...
"Mbak.. si ibu minta IMD..." si dokter berkata pada perawat bayi.. IMD atau inisiasi menyusui dini juga merupakan salah satu pengalaman pertama bagi istri saya, ya karena anak pertama nilai APGAR testnya rendah sehingga langsung masuk perawatan intensif, kali ini nilai APGAR-nya cukup sehingga dia bisa IMD.. proses yang unik bagi saya untuk melihatnya karena disaat yang bersamaan dokter masih memberikan perawatan paska melahirkan, saya guyon.. dokter lagi buat prakarya terbaik untuk menutup luka..
IMD diakhiri sekitar 30 menit, lalu si bayi masuk ruang bayi untuk perawatan selanjutnya dan istri saya tetap berada di delivery room selama 2 jam hingga kondisinya normal dan dapat dibawa ke ruang perawatan biasa. Di masa-masa ini kami bersyukur karena terbantu oleh orang-orang yang sigap dan siap untuk bertugas kapanpun dan sebelum keluar dari delivery room kami diberikan wejangan oleh dokter apa saja yang harus dilakukan dan kapan akan kontrol lagi.
Man! Please be My Supporter
"Man, after this you can take a rest for a while, tell to your daughter, and don't forget to bring her here to see her sibling..." kira-kira itu yang diminta istri saya sesaat setelah masuk ruang perawatan dan menyuruh saya pulang untuk memberikan berita bahwa satu anggota keluarga sudah bertambah..
Tetapi perkara istirahat itu gak segampang yang diidamkan, rasa kantuk harus ditahan karena kami harus mengurus plasenta, menempatkannya dengan layak dan aman.. dan proses ini memakan waktu cukup lama hingga siang hari.. Setelah selesai baru kami ramai-ramai dengan keluarga ke rumah sakit untuk menjenguknya.. Mata anak saya berbinar ketika dia melihat adiknya untuk pertama kali dan sering kali saya melihatnya tersenyum tersipu..
Dibalik kegembiraan tentunya ada banyak hal yang tentunya tak bisa dilakukan oleh ibu-ibu yang baru saja melahirkan, dia hanya berkata "Aduh, baju belum dicuci.." tanpa pesan tapi sebenarnya itu pesan buat kami laki-laki untuk sesekali membantunya mungkin menyiapkan air minum, mencuci gelas, menyiapkan air untuk mandi anak-anak bahkan mencuci baju di sela-sela saya berusaha menyelesaikan deadline menulis draft publikasi.
Tiga hari pertama itu ternyata adalah momen paling penting juga untuk pemulihan si bayi. Sesuatu yang kami berdua juga sudah lupa dan sedikit sekali memperhatikan.. Mungkin karena terpikir bahwa saya harus segera kembali lagi ke Taiwan, sehingga istri saya mempersilahkan untuk memegang bayi lebih sering.. Ternyata lebih baik biarkan ia dengan ibunya, dijemur, dipegang diberikan asi sebanyak-banyaknya.. semoga kamu cepat naik berat badan ya nak, hehe... So, dukung istri pada saat ini, dengarkan saja apa keluhannya dan lakukan sebaik mugkin untuk membuatnya tidak banyak pikirian..
Tidak hanya itu, laki-laki bahkan dituntut untuk tahu tempat jualan barang-barang yang berhubungan dengan bayi.. saya bersama anak saya mutar-mutar di Jogja untuk mencari barang-barang yang dulu saya gak terlalu mikirin macam breast pad, pompa asi, ember untuk mandi si bayi hingga alas untuk bayi. Udah dapat tapi masih dikomplain? Ya risiko kan.. ternyata ukuran corong pompa asi menentukan keberhasilan memompa asi, walhasil kami harus mencari lagi yang menjual sparepart tersebut. Beruntung di daerah Lempong Sari, Jalan Monjali atas ada yang jual, dealer Medela.. Lumayan membuat dia tidak terlalu khawatir.
Try our best to accept the fourth
"Mulai malam ini kakak tidurnya hati-hati ya.. kita berbagi.." mungkin sebuah kata-kata yang berat didengar oleh anak-anak seusianya tapi memang itulah realita yang ada dan harus dihadapi.. Memang tak mudah karena harus membagi kasur dan membagi perhatian tetapi itu yang harus dijalani bersama ketika kita sudah menyandang satu titel yang baru. Baginya "kakak" dan konsekuensinya adalah berbagi bersama adiknya, pesan yang ingin kami berikan untuknya tanpa mengurangi esensi
Di lain waktu, kadang kami merasa sedih ketika dia harus ditusuk jarum berkali-kali untuk diambil sampel darahnya karena memang suspect bilirubin tinggi. Kali ini penjelasan dokter karena perbedaan golongan darah antara anak dan ibu membuat potensi bilirubin tinggi bagi bayi terngiang di kepala kami.. berharap semua berjalan normal itu penting, lebih penting beradaptasi pada yang sudah digariskan..
Yup.. setiap anak mempunyai karakter masing-masing.. Mungkin itu yang ingin diajarkan Sang Pencipta kepada kami dan juga menghargai perbedaan masing-masing anak.. "Yes, we can learn together.."
Travel back to our home
Sesaat sebelum pulang dari Jogja ke kota tempat kami tinggal, istri saya berkata "Aku cuma ingin memberikan pengalaman untukmu, sesekali menemaniku saat melahirkan dan terima kasih" kata-kata yang cukup dalam pesannya untuk saya, karena walaupun ini anak kedua, tapi pengalaman di dalam delivery room baru kali ini saya rasakan. Membuat saya merasa kecil..
Perjalanan pun dimulai dengan menyiapkan bekal, memesan hotel untuk disinggahi di Tegal karena berada di tengah-tengah dan mencari rute yang lebih sepi dari truk-truk berbadan besar.. Pilihan kami melwati jalan yang memiliki pemandangan empat gunung terkenal di Jawa Tengah, udaranya sejuk dan lebih sepi walaupun waktu tempuh sedikit lebih lambat..
Selama di perjalanan, praktis hanya saya dan anak saya pertama yang keluar kalau mungkin perlu ke kedai tempat jualan makanan kecil, bahkan untuk beli makan besar pun. Semaksimal mungkin tidak makan di tempat makan karena kasihan istri saya cuma bisa berada di dalam mobil sambil memberikan ASI.
Keesokan harinya setelah waktu sholat Jumat dan mendekati Ashar, kami sampai juga di rumah, dan disambut dengan riuh..
Saya hanya bergumam.. kalau dulu perjuangan kami dilahirkan mungkin juga sulit, dilahirkan di rumah sakit yang jauh dari rumah bahkan lintas kabupaten.. tapi ternyata kamu sudah memulainya lebih jauh dan terima kasih sudah memberikan kami perjalanan berempat pertama kalinya..
Try our best gave to him
Bagi kami, memberikan yang terbaik baginya adalah sebuah kegiatan yang patut diupayakan untuk terlaksana.. Menggunduli kepalanya di hari ke tujuh kelahirannya, menyembelihkan dua kambing dan memberikan namanya menjadi bagian yang tidak terpisahkan pada bagian ini.
Memastikan dia naik berat badan dan kondisi darahnya normal adalah pekerjaan rumah selanjutnya.. Insya Allah kalian bisa..
Ini adalah perjalanan pertama kita sebagai berempat, dan kalian semua ternyata memberikan kesan-kesan yang sangat mendalam..
***
Tribute to all of you who keep your spirit, who keep going strong, for delivering a new life, thank you..
***
Written in Taiwan, with my mind still thinking Surah Ibrahim verse 39-41
0 comments:
Post a Comment