"Stasiun Gambir berapa?"
"15 Ribu"
"Oke, tarik bang! Cepat yak!"
Sebuah percakapan pembuka antara saya ke supir bajaj ketika diuber waktu dari depan stasiun Pasar Senen ke stasiun Gambir malam malam untuk mengejar kereta ke jawa, itu juga sepenggal kalimat untuk memulai menggunakan alat transportasi roda tiga yang sudah terlanjur melegenda dan juga maskot transportasi Jakarta ini. Sebenarnya masih ada bemo, kendaraan roda tiga yang juga masih "hidup" sebagai kendaraan umum bagi pengguna kommuter di Jakarta seperti di daerah Bendungan Hilir dan Manggarai.
Bukan kali pertama saya menggunakan bajaj di Jakarta, mulai dari merek "bajaj" beneran berwarna oranye yang mungkin diimpor dari negara asalnya, India dan masih menggunakan bensin campur, asapnya mengepul hingga naik yang sudah kekinian dan bertransformasi catnya menjadi biru, mesinnya menggunakan sumber energi ganda, kadang pakai gas (CNG) kadang bensin tanpa timbal. Bagi saya bajaj masih menjadi primadona, pilihan pertama saya untuk jarak pendek, karena tas ga perlu dipanggul alasannya.
Jalanan Jakarta dari kaca Bajaj |
Bagi anda yang belum pernah merasakan pengalaman naik bajaj, menurut saya pengalaman naik angkutan umum ini menyenangkan. Ibarat naik pesawat low cost, semua kita pasrahkan kepada maskapainya mau berangkat jam berapa, duduk dimana, terbang tergantung sang pilot... Mirip halnya dengan naik bajaj, kita cukup menyebutkan tujuannya, deal dengan harganya, setelah itu serahkan segalanya pada sang pengendara. Mau belok kanan kiri potong sana sini itu sudah hak prerogatif si supir, sampai-sampai ada peribahasa "hati-hati ketika di belakang bajaj, karena bajaj-nya mau kemana yang tahu hanya tuhan dan si supir bajaj" mirip konsep puasa.
Kali ini saya naik bajaj biru, yang ketika saya tanya bahan bakarnya ternyata sedang pakai bensin karena belum ngisi CNG. Bajaj biru ini lebih halus getarannya dibanding dengan bajaj oranye. Tapi kalau urusan nyetir semua saya pasrahkan ke supirnya. Ternyata supirnya agak sopan, macet ya tetap di tengah tidak sruduk kiri, walaupun deg-degan karena jadwal kereta tapi yang penting sampai lah...
Macet, ya ikut-ikutan macet |
Kalau di Bangkok ada Tuktuk, maka di Jakarta ada Bajaj dan harus dicoba karena merupakan alat transportasi yang melegenda.
"Bang, bajaj bang.."
"Neng, bajaj neng.."
"Bos, bajaj bos.."
0 comments:
Post a Comment